Pages

Friday, October 19, 2018

PEMANFAATAN PERANGKAT LUNAK PADA ORGANISASI INFORMASI DEWASA INI

Aliffaum Mahdya Yusuf
165030701111014
Ilmu Perpustakaan dan Informasi


Di era digital dewasa ini, penggunaan dan pemanfaatan teknologi komputerisasi kian meningkat. Teknologi koputerisasi diciptakan untuk mempermudah pekerjaan manusia, tak terkecuali pada pengorganisasian informasi pada lembaga informasi. Penggunaan dan pemanfaatan dalam organisasi informasi ini tentu saja ditunjang dengan adanya perangkat lunak atau software yang mumpuni dan disesuaikan dengan kebutuhan.
Salah satu lembaga informasi yang melakukan pengorganisasian informasi adalah lembaga perpustakaan. Menurut Yuyun Yulia dan Mustafa B. (2007) dalam Widodo H. Wijoyo (2009), organisasi informasi adalah kegiatan mengorganisasi informasi agar informasi dapat diketahui lokasi fisik melalui nomor panggil, dikenali melalui sajian ringkas dari bahan pustaka (cantuman bibliografi) dan menunjang temu kembali. Sedangkan informasi adalah sekumpulan data yang telah diproses dalam format atau sistem tertentu yang dapat memberikan arti, manfaat, dan kejutan (surprise) bagi yang menerimanya dan bersifat tidak statis, dan dalam pengambilan keputusan. Dalam hal ini berarti organisasi informasi dalam konteks perpustakaan adalah pengelolaan bahan pustaka sebagai sumber informasi demi keberlangsungan suatu lembaga perpustakaan.

Untuk melakukan pengorganisasian informasi dalam lembaga perpustakaan, seperti pada pengelolaan katalog digital, diperlukan perangkat keras berupa komputer dan perangkat lunak berupa aplikasi katalog digital. Salah satu perangkat lunak atau aplikasi katalog digital yang banyak digunakan dalam lembaga perpustakaan adalah SLiMS. SLiMS merupakan akronim dari Senayan Library Management System. Aplikasi SLiMS dikembangkan oleh Departement Pendidikan Nasional Republik Indonesia menggunakan PHP, BASISDATA, MySQL, dan menggunakan Versi Gift pada tahun 2009 SLIMS memenangi INAICTA pada tahun 2009 dengan kategori Open Source.
Secara umum software aplikasi SLiMS memiliki fungsi yang efektif untuk membantu pustakawan dalam melakukan pengorganisasian informasi. Secara terperinci keefektifan SLiMS dapat dijabarkan sebagai berikut.
Efektifitas dalam sistem temu kembali. SLiMS memiliki kemampuan dari sistem untuk memanggil berbagai dokumen atau informasi dari suatu database sesuai dengan permintaan pengguna.
Efektifitas dalam sistem pelayanan sirkulasi. Layanan sirkulasi mencakup semua bentuk kegiatan pencatatan yang berkaitan dengan pemanfaatan, penggunaan koleksi perpustakaan dengan tepat guna dan tepat waktu untuk kepentingan pengguna jasa perpustakaan. SLiMS secara otomatis akan mampu memudahkan para pustakawan dalam mendukung layanan sirkulasi perpustakaan.
Efektifitas layanan referensi bagi pengguna. Pemustaka dapat mengakses data atau informasi perpustakaan mereka melalui laptop, smartphone, atau bahkan komputer PC di rumah mereka dengan mudah, tidak seperti aplikasi-aplikasi desktop dimana pengguna harus menginstal perangkat lunak atau aplikasi yang diperlukan hanya untuk mengakses data/informasi.
Efektivitas SLiMS cukup baik di bidang pengolahan dan temu kembali informasi. Ini dibuktikan dengan kemudahan dalam menemukan informasi yang dibutuhkan secara tepat dan akurat. Namun disayangkan dengan kemudahan yang diberikan, ternyata belum mampu meningkatkan secara signifikan jumlah pemustaka yang mengakses perpustakaan. Ini berarti keefektifan dari penggunaan software SLiMS dalam hal menarik pemustaka untuk mengakses koleksi yang dimiliki perpustakaan belum maksimal.
Dalam penggunaan dan pemanfaatan aplikasi SLiMS ini tentu saja masih ada kendala yang dapat menimbulkan permasalahan. Kendala tersebut diantaranya dapat disebabkan oleh sumber daya manusianya maupun dari sumber daya non manusia seperti sarana dan prasarana. Namun sumber daya manusia sebagai sumber daya utama menjadi salah satu faktor utama dikarenakan sumber daya manusianya yang menjalankan dan mengembangkan pemanfaatan dari perangkat lunak atau aplikasi pendukung pengorganisasian informasi.
Adanya faktor semacam ini dapat dianggap sebagai situasi  yang kurang ideal. Lembaga informasi yang berpotensi memiliki permasalahan seperti ini adalah pada lembaga informasi yang masih dalam tahap membangun sampai berkembang. Pada tahap-tahap seperti ini, suatu pada lembaga informasi cenderung lebih rentan untuk mendapat permasalahan semacam ini dikarenakan dari sumber daya manusianya yang masih pada tahap belajar hingga dari infrastruktur yang masih belum lengkap. Karena sumber daya manusia yang masih tahap belajar, maka masih terdapat kemungkinan sumber daya manusia tersebut masih minim pengalaman, apalagi ditambah dengan infrastuktur yang kurang lengkap sebagai media untuk belajar.
Untuk mengatasi permasalahan seperti itu, ada beberapa strategi untuk meningkatkan pemanfaatan perangkat lunak atau aplikasi yang digunakan untuk mengorganisasikan informasi pada lembaga perpustakaan. Misalnya dengan melakukan workshop SLiMS atau dengan melakukan kerjasama dengan ahli di bidang aplikasi. Kegiatan workshop SLiMS dapat diberikan kepada pustakawan sebagai pengelola perpustakaan. Meskipun pustakawan tidak ahli dalam bidang aplikasi atau perangkat lunak, setidaknya para pustakawan memiliki bekal pengetahuan mengenai cara pengaplikasian atau cara penggunaannya. Hal ini dilakukan agar pemanfaatan aplikasi perangkat lunak pada perpustakaan semakin maksimal dan dapat mencapai tingkat ideal. Strategi selanjutnya yaitu dapat dengan melakukan kerjasama dengan ahli di bidang aplikasi perangkat lunak. Hal ini dapat menjadi strategi yang bagus agar layanan digital pada perpustakaan memiliki kualitas yang baik, sehingga untuk pemenuhan kebutuhan dari pengguna juga dapat dilakukan secara maksimal. Peningkatan kualitas pelayanan digital semacam ini berkenaan dengan kondisi pengguna saat ini yang didominasi oleh generasi alpha yang fasih dalam teknologi serta sering menggunakan teknologi dalam kehidupan sehari-harinya.



DAFTAR PUSTAKA
Hardana, Agung Wahyu. 2016. PENGERTIAN SLIMS. http://www.agungwh26.com/2016/10/pengertian-slims.html. Diakses pada 25 Mei 2018.
Ningrum, Dina Rahma, dkk. 2013. EVALUASI PENERAPAN PENGGUNAAN SOFTWARE PADA ORGANISASI (Studi Kasus Penerapan Penggunaan Software Senayan pada Perpustakaan).  http://rizkidewantara.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/makalah-kelompok-8-IP.pdf. Diakses pada 19 Oktober 2018.
Wijoyo, Widodo H. 2009. PERTEMUAN 1 (MODUL 1: ORGANISASI INFORMASI). http://widodo.staff.uns.ac.id/2009/03/20/pertemuan-1-modul-1-organisasi-informasi/. Diakses pada 18 Oktober 2018.

Wednesday, October 17, 2018

Peran Layanan Referensi Digital sebagai Sumber Informasi Autentik dan Kredibel di Era Post-Truth


Aliffaum Mahdya Yusuf
Prodi Perpustakaan dan Ilmu Informasi
Fakultas Ilmu Administrasi – Universitas Brawijaya
aliffamahdyay@gmail.com


Abstrak
Layanan referensi digital yang saat ini menjadi inovasi baru pada perpustakaan dan mulai bermunculan serta diterapkan. Layanan ini diharapkan mampu untuk membantu masyarakat informasi dalam memilih dan memilah informasi yang tersebar di era post-truth saat ini. Era post-truth saat ini menimbulkan dampak yang cukup signifkan terhadap tingkat keautentikan dan kredibilitas suatu informasi dikarenakan menimbulkan kesimpang siuran keaslian dan keabsahan suatu informasi. Sumber informasi menjadi salah satu faktor penentu benar tidaknya suatu informasi yang tersebar di masyarakat. Perpustakaan dengan adanya layanan referensi digital dapat mengambil peran serta dalam menyelesaikan permasalahan ini sebagai salah satu sumber informasi yang autentik dan kredibel.
Kata kunci: Layanan Referensi, Informasi Palsu, Pustakawan Referensi, Sumber Informasi Digital

Abstract
Digital reference services that are now a new innovation in libraries and migration and are implemented. This services make it possible to help the information community in selecting and sorting information that is spread in the current post-truth era. The current post-truth era is very important to improve and improve information as a result of the confusion of information authenticity and validity. Information sources are one of the factors determining whether or not information is spread throughout the community. Libraries with digital services can be digital and the right information as one of the authentic and credible information.
Keywords: Reference Services, False Information, Reference Librarians, Digital Information Sources
Pendahuluan
Era yang sedang terjadi pada saat ini yaitu era post-truth. Post-truth merupakan era di mana keyakinan, emosi, maupun perasaan pribadi lebih berpengaruh dan mampu membentuk suatu opini publik dibandingkan dengan fakta-fakta obyektif. Maraknya era ini dimulai sejak tahun 2016 di mana kelimpahan informasi menimbulkan permasalahan lain seperti banyaknya kemunculan berita bohong atau hoax. Merebaknya informasi palsu atau hoax ini menjadi tanda dimulainya era post-truth. Post-truth sejatinya berbeda dengan hoax, namun keberadaan post-truth ditimbulkan oleh banyaknya berita maupun informasi palsu atau hoax yang tersebar ke masyarakat serta tidak didasari dengan data yang valid dan hanya berdasarkan sumber opini pribadi yang tidak autentik dan kredibel.
Di era post-truth saat ini, informasi palsu lebih mudah tersebar melalui media informasi digital seperti internet hingga media sosial. Hal tersebut semakin didukung karena adanya kemudahan dan kecepatan akses informasi. Dengan adanya kemudahan dan kecepatan akses tersebut informasi mudah dan cepat tersebar pula. Namun ketepatan dan kebenaran informasi tersebut terkadang tidak terjamin dan tidak dapat dipertanggung jawabkan karena sumber informasi yang mempublikaskan serta menyebarkan informasi tersebut merupakan sumber yang tidak kredibel dan autentik. Oknum yang telah mempublikasi dan menyebar luaskan informasi palsu tersebut bisa saja hanya mengungkapkan opini pribadi yang hanya didasari oleh perasaan, emosi, serta keyakinan pribadi saja.
Di sinilah peran perpustakaan khususnya pada layanan referensi digital untuk membendung dan menyaring informasi digital yang sedang tersebar di masyarakat. Perpustakaan menjadi salah satu sumber informasi yang autentik dan kredibel memiliki tugas dan fungsi untuk menjadi media pengorganisasian berbagai informasi baik informasi tercetak maupun informasi digital. Perpustakaan menjadi salah satu media yang dapat memverifikasi benar tidaknya suatu informasi. Layanan referensi digital sebagai sarana dan media penyaringan informasi secara digital perlu dan bahkan harus mengambil peran dalam fenomena era post-truth saat ini.
Dari latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka dirumuskan permasalahan yang menjadi pokok pembahasan dalam artikel ini yaitu tentang “Bagaimana peran layanan referensi digital sebagai sumber informasi yang autentik dan kredibel dalam menghadapi era post-truth?”


Tinjauan Pustaka
1.      Konsep Layanan Referensi Digital
Layanan rujukan atau layanan referensi adalah kegiatan untuk membantu pengguna menelusur informasi dalam berbagai subjek. Dengan layanan ini pengguna dibantu untuk menemukan informasi dengan cepat, menelusur informasi dengan lebih spesifik dan dengan pilihan subjek yang lebih luas, dan memanfaatkan sarana penelusuran yang tersedia secara optimal. (Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi, 2004)
Berdasarkan Online Dictionary for Library and Information Science, layanan feferensi adalah semua fungsi yang dilakukan oleh pustakawan yang terlatih bekerja di bagian referensi untuk memenuhi kebutuhan informasi dari pemustaka (secara langsung, melalui telepon, atau secara elektronik), tidak terbatas pada menjawab pertanyaan-pertanyaan substantif, tapi juga membimbing pemustaka untuk memilih dan menggunakan sarana yang tepat untuk mencari informasi, mengarahkan pemustaka ke sumber informasi, membantu dalam evaluasi informasi, bahkan merujuk pada sumber di luar perpustakaan, menjaga statistik referensi, dan berpartisipasi dalam pengembangan koleksi referensi.
Dalam perkembangannya, layanan referensi mengalami kemajuan dengan munculnya inovasi baru yang menjadikan pelayanan referensi menjadi referensi digital atau referensi virtual. Menurut The American Library Association’s Reference & User Services Association (RUSA, 2004), referensi virtual                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     merupakan layanan referensi yang diprakarsai secara elektronik, sering kali secara real-time, di mana pelanggan menggunakan komputer atau internet untuk berkomunikasi dengan pustakawan referensi, tanpa hadir secara fisik. Saluran komunikasi yang sering digunakan dalam referensi virtual termasuk chat, panggilan video, voice over IP, co-browsing, e-mail, dan pesan instan.
Menurut Online Dictionary for Library and Information Science (ODLIS), layanan referensi digital berarti layanan referensi diminta dan disediakan melalui internet, biasanya melalui e-mail, pesan instan (chat), atau formulir pengajuan berbasis website, biasanya dijawab oleh pustakawan di departemen referensi perpustakaan, kadang-kadang para peserta dalam referensi kolaboratif sistem melayani lebih dari satu institusi.


2.      Konsep Sumber Informasi
Menurut Andi Setiadji (2011), sumber informasi adalah segala hal yang dapat digunakan oleh seseorang sehingga mengetahui tentang hal yang baru,dan mempunyai ciri-ciri yaitu, (1) dapat dilihat, dibaca dan dipelajari, (2) diteliti, dikaji dan dianalisis (3) dimanfaatkan dan dikembangkan di dalam kegiatan-kegiatan pendidikan, penelitian, laboratorium, (4) ditransformasikan kepada orang lain.
Sumber informasi adalah media yang berperan penting bagi seseorang dalam menentukan sikap dan keputusan untuk bertindak. Sumber informasi itu dapat diperoleh dengan bebas mulai dari teman sebaya, buku-buku, film, video, bahkan dengan mudah membuka situs-situs lewat internet (Taufia, 2017).
Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara dalam menyampaikan informasi, media informasi untuk komunikasi massa. Sumber informasi dapat diperoleh melalui media cetak (surat kabar, majalah), media elektronik (televisi, radio, internet), dan melalui kegiatan tenaga kesehatan seperti pelatihan yang di adakan (Notoatmodjo, 2003).
Roger (1983) dalam Rahmawati (2015) menyatakan bahwa sumber informasi ini yang mempengaruhi kelima komponen (Self Efficacy, response effectiveness, severity, vulnerability, dan fear), yang kemudian akan mendapatkan salah satu dari adaptive coping response (contoh: sikap atau niat dalam berperilaku) atau maladaptive coping respose (contoh: menghindar, menolak). Teori tersebut dikatakan bahwa semakin seseorang mendapatkan informasi dari berbagai sumber maka kecenderungan seseorang akan mengambil sikap yang baik pula mengenai suatu hal.
3.      Era Post-truth
Kamus Oxford mendefinisikan istilah Post-truth sebagai kondisi di mana fakta tidak terlalu berpengaruh dalam membentuk opini publik dibanding emosi dan keyakinan personal. Kondisi ini memang memuncak dalam dua momen politik tersebut yang digerakkan oleh sentimen emosi. Dalam situasi tersebut, informasi-informasi hoax punya pengaruh yang jauh lebih besar ketimbang fakta yang sebenarnya.
Istilah post-truth menurut penjelasan Kamus Oxford digunakan pertama kali tahun 1992. Istilah itu diungkapkan oleh Steve Tesich di majalah The Nation ketika merefleksikan kasus Perang Teluk dan kasus Iran yang terjadi di periode tersebut. Tesich menggarisbawahi bahwa “kita sebagai manusia yang bebas, punya kebebasan menentukan bahwa kita ingin hidup di dunia post-truth.
Istilah tersebut sendiri sebenarnya sudah dipakai sebelum 1992, namun dalam pengertian yang sedikit berbeda dan tidak berimplikasi pada makna kebenaran yang menjadi tidak relevan. Sementara itu Ralph Keyes dalam bukunya The Post-truth Era (2004) dan comedian Stephen Colber mempopulerkan istilah yang berhubungan dengan post-truth yaitu truthiness yang kurang lebih sebagai sesuatu yang seolah-olah benar, meski tidak benar sama sekali.
           
Pembahasan
Arus informasi saat  ini dapat tersebar luas secara cepat dengan adanya media informasi digital seperti melalui internet atau media sosial. Meningkatnya arus informasi saat ini terjadi seiring dengan adanya ledakan informasi. Namun ledakan informasi ini sering kali tidak bersumber dari sumber informasi yang kredibel dan autentik sehingga kebenaran informasi tersebut belum tentu dapat dipertanggungjawabkan. Masyarakat yang masih lugu dan awam akan informasi dari sumber apa saja yang autentik dan kredibel akan seringkali terkecoh oleh informasi palsu yang tersebar secara cepat melalui media digital tersebut.
Tersebarnya informasi palsu di masyarakat ini menjadi awal mula atau cikal bakal terjadinya era post-truth. Dalam era ini, opini pribadi yang berasal dari keyakinan, emosi, dan perasaan pribadi justru dapat berpotensi menciptakan opini publik. Opini publik tersebut merupakan informasi yang dapat disebarluaskan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Informasi publik yang telah disebarkan tersebut bisa jadi bukan informasi yang autentik dan kredibel dikarenakan sumber informasinya hanya berasal dari opini pribadi yang tidak didasari oleh fakta-fakta autentik.
Kamus Oxford sendiri mendefinisikan istilah tersebut sebagai kondisi dimana fakta tidak terlalu berpengaruh dalam membentuk opini publik dibanding emosi dan keyakinan personal. Kondisi ini memang memuncak dalam dua momen politik tersebut yang cenderung lebih digerakkan oleh sentimen emosi ketimbang fakta. Dalam situasi tersebut, informasi-informasi hoax punya pengaruh yang jauh lebih besar dan lebih dipercaya oleh publik dibanding dengan fakta yang sebenarnya.
Post-truth adalah kata sifat yang berarti suatu keadaan di mana daya tarik emosional lebih berpengaruh dalam membentuk opini publik daripada fakta yang objektif. Penggunaan kata ini sebenarnya sudah digunakan sejak lama, namun pada tahun 2016 istilah ini dijadikan sebagai “word of the year”. Berikut terdapat diagram yang mengindikasikan jumlah penggunaan istilah post-truth menurut Oxford Dictionary.
Untuk membendung ketimpangan antara informasi yang benar dan palsu, informasi perlu didapatkan dari sumber yang kredibel dan autentik. Kredibel dan autentik yang dimaksud di sini adalah bahwa sesuatu hal berarti dapat dipercaya karena keasliannya dan memiliki nilai keabsahan. Informasi dengan keaslian dan keabsahan yang dapat dipercaya seperti ini tentu saja dapat didapatkan dari sumber informasi yang dapat dipercaya pula. Informasi yang terpercaya biasanya disebarluaskan oleh instansi atau lembaga resmi yang terpercaya seperti dari lembaga pemerintahan atau lembaga informasi seperti perpustakaan.
Perpustakaan merupakan media dan sumber informasi yang autentik dan kredibel. Sumber ilmu pengetahuan dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan jelas kebenarannya dapat diperoleh dari perpustakaan. Perpustakaan menyimpan berbagai koleksi dan informasi, baik dari koleksi umum seperti buku, majalah, koran, dsb; koleksi digital seperti audio, video, ebook, dsb; hingga koleksi referensi seperti kamus, ensiklopedia, bibliografi, indeks, dsb.
Perpustakaan juga memberikan serangkaian pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat sebagai pemustaka. Pelayanan yang berhubungan dengan pemenuhan informasi secara langsung salah satunya adalah layanan referensi atau biasa disebut layanan rujukan. Layanan ini merupakan layanan pokok atau layanan utama yang harus dimiliki oleh perpustakaan dalam menyajikan informasi melalui koleksi referensi. Layanan referensi memiliki sejumlah tujuan dan fungsi untuk pemenuhan kebutuhan informasi.
Layanan referensi bertujuan untuk memberikan arahan kepada pemustaka untuk menemukan informasi yang dibutuhkan dengan cepet dan tepat dengan menggunakan berbagai pilihan sumber informasi yang lebih luas dan dengan koleksi yang tepat guna. Menurut Fidan (2014), agar pelayanan informasi dapat berjalan dengan baik, petugas perlu memahami terlebih dahulu fungsi-fungsi referensi diantaranya seperti berikut.
1.      Fungsi Pengawasan
Petugas referensi dapar mengamati pengunjung baik dalam hal kebutuhan informasi yang diperlukan maupun latar belakang sosial dan tingkat pendidikannya agar dapat menjawab pertanyaan dengan cepat dan tepat.
2.      Fungsi Informasi
Fungsi yang terpenting dari pelayanan referensi adalah memberikan informasi kepada pengunjung yaitu memberikan jawaban pertanyaan singkat maupun penelusuran informasi yang luas dan mendetail sesuai dengan kebutuhan pemakai.
3.      Fungsi Bimbingan
Petugas referensi harus menyediakan waktu guna memberikan bimbingan kepada pengguna perpustakaan untuk menemukan bahan pustaka yang dibutuhkan, misalnya melalui katalog perpustakaan.
4.      Fungsi Intruksi
Pemberian intruksi yang dimaksudkan adalah sebagai cara untuk memperkenalkan kepada pemakai tetang bagaimana menggunakan perpustakaan yang baik disamping itu ditujukan juga kepada usaha untuk menggairahkan dan meningkatkan penggunaan perpustakaan.
5.      Fungsi bibliografis
Petugas referensi perlu secara teratur menyusun daftar bacaan atau bibliografi untuk keperluan penelitian atau mengenal bacaan yang baik dan menarik.
6.      Pemilihan/Penilaian
Memberikan petunjuk tentang bagaimana cara memilih/menilai bahan pustaka yang bermutu dan berbobot ilmiah agar diperoleh sumber informasi yang berdaya guna maksimal.
Seiring perkembangan zaman, layanan referensi berevolusi sesuai dengan perkembangan teknologi dan informasi yang berkembang saat ini. Kemudahan akses saat ini juga harus diselaraskan dengan kemudahan pemberian layanan referensi kepada pengguna informasi. Oleh karena itu, konsep layanan referensi digital atau virtual mulai bermunculan di kalangan perpustakaan. Layanan referensi digital semakin mempermudah pustakawan referensi sebagai pemberi layanan karena pemberian layanan diberikan melalui media internet dan komputer untuk melakukan interaksi sehingga kehadiran secara langsung tidak dibutuhkan. Layanan referensi digital ini juga memiliki keunggulan dalam hal kecepatan dan ketepatan informasi pula.
Sebagai masyarakat informasi, perlu memiliki kepekaan dan pengetahuan mengenai pemilihan sumber informasi yang terpercaya. Masyarakat harus teliti dan cermat dalam memilih dan memilah informasi yang tersebar terutama di media internet sehingga tidak terkecoh dengan adanya informasi palsu yang sedang tersebar. Oleh karena itu masyarakat informasi harus jeli dalam menerima dengan tidak serta merta menerima informasi mentah-mentah, namun juga harus mengolah informasi tersebut dengan mencari tahu kebenarannya lewat sumber informasi yang autentik dan kredibel. Menurut Inayatullah (2018), terdapat beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk mewaspadai hal tersebut.
1.      Pertama, Cek and Ricek Berita atau Informasi. Pengecekan informasi menjadi hal mendasar yang mesti diterapkan, beberapa langkah yang bisa dijadikan cara untuk mengecek kebenaran yang dibahas dalam pelatihan ini antara lain : (a). Mengecek nama domain, (b). Mengecek penanggung jawab (redaksi) dan alamat media, (c). Mengecek data domain melalui Who is domain, (d). Mengecek Tanggal Sumber berita, (e). Membandingkan dengan berita dari media yang lain, (f). Jangan membuka kembali media yang mengirimkan hoax.
2.      Kedua, Belajar kritis, kita tidak bertanya berita atau informasi yang diterima  benar atau salah. Kita boleh bertanya siapa yang menyampaikan dan apa kepentingannya menyampaikan itu. Lalu kita juga bertanya siapa yang dirugikan dan siapa yang diuntungkan oleh berita itu. Lalu kita juga harus mempertanyakan pada berita itu ada ketidakberesan sosial apa didalamnya. Ketidak beresan sosial itu bisa apriori negatif, prasangka negatif, bisa diskriminasi, bisa mencari kambing hitam, bisa juga menyalahkan suatu kelompok. Kita harus betul-betul kritis menerima berita itu tidak asal terima saja atau bahkan lalu men-share-nya. Ada istilah saring dulu baru sharing.
3.      Ketiga, Kita harus memiliki pemikiran yang terbuka, terhadap mungkin lawan politik kita atau pendapat yang berbeda dengan kita, karena dengan begitu membuka perspektif kita. Bukan hanya kelompok kita saja seakan akan yang paling benar (mutlak). Sehingga kita lebih banyak belajar dan lebih dewasa, serta bijaksana tidak terjebak dan terbawa arus di era post truth ini.


Untuk membantu masyarakat dalam cermat dan teliti dalam memilih dan memilah informasi, layanan referensi baik yang secara manual dan terlebih yang secara digital memiliki sejumlah tugas untuk berperan dalam permasalahan tersebut.
1.      Menjawab setiap pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada layanan referensi. Di sini pustakawan referensi berfungi sebagai informan yang membantu pengguna.
2.      Menjawab pertanyaan-pertanyaan pengguna dengan menggunakan koleksi referensi yang ada.
3.      Membantu pengguna menelusur koleksi referensi dan mencari informasi pada koleksi referensi tersebut.
4.      Membimbing pengguna dalam menggunakan koleksi referensi apabila pengguna tersebut tidak mengetahuinya.
5.      Melayani pengguna internet yang terdapat di layanan referensi dan membantu mereka menelusur literatur-literatur online yang dibutuhkan atau dicari apabila pengguna meminta bantuan.
6.      Melakukan bimbingan pemustaka melalui kegiatan orientasi perpustakaan yang dilakukan secara rutin.
7.      Melakukan klarifikasi terhadap suatu isu informasi palsu dengan memaparkan informasi yang sebenarnya dan menyajikan data berisi fakta.
8.      Memberikan pemahaman dan pengetahuan mengenai memilih dan memilah informasi yang benar dengan sumber informasi digital.


Kesimpulan
Maraknya isu informasi palsu di era post-truth dapat diminimalisir dengan adanya layanan referensi digital di perpustakaan sebagai sumber informasi yang kredibel dan autentik. Peran dan sejumlah upaya yang dapat dilakukan perpustakaan untuk meminimalisir dampak fenomena tersebut diantara seperti dengan menjawab pertanyaan secara digital lewat layanan referensi digital dari pemustaka sesuai dengan bahan koleksi referensi yang tersedia di perpustakaan, melakukan serangkaian bimbingan kepada pemustaka, memanfaatkan koleksi referensi sebagai bahan informasi utama, serta melakukan klarifikasi terhadap isu dan informasi palsu yang tersebar dengan memaparkan sejumlah data faktual dari sumber terpercaya.
Selain dengan mengandalkan layanan referensi digital dari perpustakaan, masyarkat dapat melakukan tindakan antisipasi untuk mencegah agar tidak terkecoh dengan adanya informasi palsu yang bersumber dari opini pribadi. Masyarakat informasi sebagai pengguna yang membutuhkan informasi juga harus kritis, cermat, dan teliti dalam memilih dan memilah informasi dengan melakukan sejumlah tindakan antisipasi agar tidak termakan oleh informasi palsu. Masyarakat informasi perlu melakukan crosscheck dan berpemikiran terbuka terhadap keberadaan informasi yang tersebar di masyarakat.


Daftar Pustaka
Bopp, Richard E. 2011. REFERENCE AND INFORMATION SERVICES. California: ABC-CLIO, LLC.
Inayatullah. 2018. Literasi Media di Era Post Truth. https://dpk.bantenprov.go.id/read/informasi-perpustakaan/587/Literasi-Media-di-Era-Post-Truth.html. Diakses pada 10 Oktober 2018.
Lankes, R. David. 2009. NEW CONCEPTS IN DIGITAL REFERENCE. Morgan & Claypool Publishers.
Prasetiawan, Imam Budi. 2014. LAYANAN REFERENSI DI ERA DIGITAL DAN AKSES KE BERBAGAI SUMBER INFORMASI. Presentasi dalam Workshop Nasional FPPTI 2014.
Safira, Fidan. 2014. LAYANAN REFERENSI PERPUSTAKAAN. https://fidansafira.wordpress.com/2014/10/04/layanan-referensi-perpustakaan/. Diakses pada 8 Oktober 2018.
Setiadji, Cahyo Adi. 2011. SUMBER INFORMASI. http://cahyo-andi-s.blog.ugm.ac.id/2011/10/01/sumber-informasi/. Diakses pada 11 Oktober 2018.
Utomo, Wisu Prasetya. 2017. SELAMAT DATANG DI ERA POST-TRUTH. http://www.remotivi.or.id/kabar/345/Selamat-Datang-di-Era-Post-Truth. Diakses pada 12 Oktober 2018.
Wiratningsih, Riah. 2014. KOLEKSI REFERENSI DAN LAYANAN REFERENSI. http://riah.staff.uns.ac.id/2014/03/28/koleksi-referensi-dan-layanan-referensi/. Diakses pada 8 Oktober 2018.

Tuesday, October 25, 2016

Persepsi Masyarakat terhadap Perpustakaan dan Profesi Kepustakawanan & Informasi

                                                    MAKALAH                                     
PENGANTAR PSIKOLOGI
“PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PERPUSTAKAAN DAN
PROFESI KEPUSTAKAWANAN & INFORMASI”
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Psikologi

Dosen Pengampu
Bpk. DRS. SYAIFUDDIN, M.HUM


Disusun oleh:
ALIFFAUM MAHDYA YUSUF              165030701111014


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK (PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN)
MALANG
2016






KATA PENGANTAR



          Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang, puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang persepsi masyarakat terhadap profesi kepustakawanan dan informasi ini dengan baik.
          Adapun makalah tentang persepsi masyarakat terhadap profesi kepustakawanan dan informasi ini telah saya usahakan semaksimal mungkin dan dengan bantuan segenap pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya ucapkan banyak terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu saya dalam pengerjaan makalah ini.
          Makalah ini tentu saja masih jauh dari kata sempurna, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan maupun kesalahan baik dari penyusunan bahasa ataupun yang lainnya. Oleh karena itu saya terbuka kepada para pembaca yang ingin memberikan kritik maupun saran membangun, sehingga saya dapat memperbaiki makalah ini.
          Semoga makalah ini memberikan informasi bagi pembaca serta bermanfaat untuk menambah maupun meningkatkan pengetahuan.



Malang, September 2016


Penyusun






BAB I
PENDAHULUAN



1.1     LATAR BELAKANG
Perpustakaan merupakan salah satu unsur penting dalam dunia pendidikan maupun dalam kehidupan masyarakat. Dari perpustakaan kita tak hanya dapat menjumpai buku yang berisi ilmu pengetahuan, tetapi kita juga dapat menemukan berbagai informasi dari berbagai sumber tekstual maupun non tekstual. Namun saat ini keberadaan perpustakaan mulai kurang diminati oleh masyarakat. Pustakawan handal sendiri saat ini mulai sulit dicari. Hal tersebut disebabkan karena sebagian besar pengelola perpustakaan bukanlah seorang pustakawan yang menyenyam pendidikan ilmu perpustakaan dan informasi. Hal tersebut membuat perpustakaan yang mencakup profesi kepustakawanan dan informasi di dalamnya dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat.
Oleh karena itu, makalah ini akan membahas mengenai persepsi masyarakat terhadap perpustakaan serta profesi kepustakawanan dan informasi.

1.2     RUMUSAN MASALAH
1.    Apa itu profesi pustakawan dan informasi?
2.    Bagaimana persepsi masyarakat terhadap perpustakaan dan profesi kepustakawanan & informasi?

1.3     TUJUAN
1.    Untuk mengetahui tentang pengertian profesi pustakawan & informasi.
2.    Untuk mengetahui upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk merubah persepsi masyarakat terhadap profesi kepustakawanan dan informasi.







BAB II
PEMBAHASAN



2.1        PENGERTIAN PROFESI KEPUSTAKAWANAN DAN INFORMASI
Pengertian pustakawan dalam hal ini adalah seorang yang menyelenggarakan kegiatan perpustakaan dengan jalan memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan tugas lembaga induknya berdasarkan ilmu yang dimiliki melalui pendidikan (Kode Etik Pustakawan, 1998:1).

Pustakawan profesional adalah orang yang bekerja pada suatu perpustakaan yang memiliki pendidikan sekurang-kurangnya sarjana strata satu (S1) dibidang ilmu perpustakaan dan melaksanakan kegiatan perpustakaan dengan jalan memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan tugas yang diberikan oleh lembaga induknya berdasarkan ilmu perpustakaan. Sedangkan profesionalisme pustakawan adalah pelaksanaan kegiatan perpustakaan yang didasarkan pada keahlian, rasa tanggung jawab dan pengabdian, adapunmutu dari hasil kerja yang dilakukan tidak akan dapat dihasilkan oleh tenaga yang bukan pustakawan, dikarenakan pustakawan yang memiliki jiwa keprofesionalan terhadap pekerjaannya akan selalu mengembangkan kemampuan dan keahliannya untuk memberikan hasil kerja yang lebih bermutu dan akan selalu memberikan sumbangan yang besar kepada masyarakat pengguna perpustakaan.

Profesi pustakawan telah ditetapkan pemerintah sebagai jabatan fungsional, yaitu jabatan kehormatan dan pengakuan atas keahlian yang dimiliki seseorang. Bentuk penghormatan dan penghargaan ini antara lain berupa tunjangan fungsional, usia pensiun dapat diperpanjang pada jabatan tertentu, dapat naik pangkat/jabatan dua tahun sekali bila setelah memenuhi kriteria tertentu dan kenaikannya tidak dibatasi. Jabatan pustakawan telah diakui sebagai jabatan fungsional karena telah dilakukan kajian-kajian yang mendalam dan ternyata memenuhi syarat dan kriteria profesi antara lain:
1.    Memiliki metodologi, teknis analisis dan prosedur kerja yang didasarkan pada disiplin ilmu pengetahuan dan atau pelatihan tertentu dan mendapatkan sertifikasi.
2.    Memiliki etika profesi yang diterapkan oleh organisasi profesi (dalam hal ini adalahIkatan Pustakawan Indonesia/IPI).
3.    Dapat disusun dalam suatu jenjang jabatan berdasarkan tingkat keahlian bagi jabatanfungsional keahlian dan tingkat ketrampilan bagi jabatan fungsional keterampilan.
4.    Dalam melaksanakan tugas dapat dilakukan secara mandiri.
5.    Jabatan fungsional pustakawan ternyata diperlukan dalam pelaksanaan tugas pokok danfungsi organsisasi.
6.    Telah memiliki pendidikan tinggi keperpustakaan dan berbagai jenjang studi sejak D2,D3, S1, sampai pada S3. Kiranya setiap profesi memiliki fungsi dan karakteristik bidang masing-masing, misalnya dokter bergerak di bidang kesehatan, hakim berkecimpung dalam bidang keadilan, guru bergerak dalam bidang pendidikan, dan lainnya. Pustakawan melakukan aktivitasnya dalam bidang perbukuan (dalam arti luas) dan perinformasian. Oleh karena itu pustakawan memiliki fungsi strategis dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan informasi Ilmiah. Fungsi dan tugas pustakawan yang berkaitan dengan pengembangan ilmu pengetahuan itu adalah:
a.    Menyimpan, mengatur, dan mengawetkan kekayaan intelektual dan artistik manusiadalam berbagai bentuk.
b.    Mempermudah pemanfaatan sumber informasi dengan tetap menjaga keselamatandan keamanan koleksi.
c.    Mengkomunikasikan informasi yang dimiliki atau yang diketahui kepadamasyarakat yang memerlukannya.
d.    Berfungsi sebagai elemen masyarakat ilmiah.
e.    Membantu pembentukan dan pengembangan masyarakat belajar/learning society. Pembinaan ini dapat dimulai dari pemasyarakatan masyarakat baca/reading society lewat jalur pendidikan formal, keluarga, tempat ibadah, maupun pusat kegiatan.
f.     Mencarikan informasi yang diperlukan pemakai ke berbagai perpustakaan, pusat informasi, pusat dokumentasi, maupun ke media internal, dan lainnya.

2.2        PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PERPUSTAKAAN DAN PROFESI KEPUSTAKAWANAN & INFORMASI
Perpustakaan merupakan suatu tempat yang sudah dikenal oleh masyarakat sejak lama. Keberadaannya pun saat ini sudah sangat menjamur, mulai dari perpustakaan di lingkungan sekolah dasar hingga menengah, di kantor-kantor, hingga mulai maraknya perpustakaan umum baik di tingkat Kabupaten/Kota sampai ke tingkat Desa/Kelurahan. Akan tetapi meskipun perpustakaan merupakan hal yang sudah dikenal oleh masyarakat luas, masih banyak masyarakat yang memberikan definisi maupun persepsi yang kurang benar dan baik terhadap perpustakaan. Banyak masyarakat beranggapan perpustakaan hanya berkutat pada buku-buku belaka, sehingga mereka menganggap setiap tempat yang berisi kumpulan buku disebut perpustakaan. Padahal tidak semua kumpulan buku dapat dikatakan sebagai perpustakaan. Adanya bahan pustaka atau sering juga disebut koleksi bahan pustaka merupakan ciri-ciri perpustakaan. Namun masih ada ciri-ciri lain yang lebih mengarah kepada arti perpustakaan. Perpustakaan tidak hanya sebagai kumpulan buku tanpa ada gunanya, tetapi secara prinsip perpustakaan harus dapat dijadikan atau berfungsi sebagai sumber informasi bagi setiap orang yang membutuhkan.
Negara/bangsa bisa dinilai maju atau tidak dalam peradaban dan kebudayaannya seiring dengan tingkat kecerdasan warga negaranya dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan tempat yang menjadi pusat sumber informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian dan kebudayaan tersebut salah satunya adalah perpustakaan. Dalam Undang-undang no 43 tahun 2007 menyebutkan bahwa perpustakaan diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran dan kemitraan.
Saat ini kita memasuki suatu era yang membawa perubahan besar dalam peradaban manusia. Dengan keunggulan teknologi, nyaris tidak ada lagi penghalang untuk bertukar informasi. Dalam era globalisasi saat ini, informasi berperan penting tidak hanya dalam hal mendorong pertumbuhan ekonomi, akan tetapi juga seringkali dijadikan indikator kemajuan yang meningkatkan daya saing bangsa.
Keunggulan teknologi, nyaris tidak ada lagi penghalang untuk bertukar informasi. Dalam era globalisasi, informasi berperan penting tidak saja dalam hal mendorong kemajuan ilmu pengetahuan, sehingga sebagai seorang pustakawan harus selalu berkembang dan maju. Untuk itu perlu dibarengi dengan pemahaman masyarakat tentang kepustakawanan. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai persepsi posisi dan peran perpustakaan serta persepsi profesi pustakawan dan informasi.
1.   Posisi dan Peran Perpustakaan
Tidak ada yang memungkiri bahwa perpustakaan memiliki peran dan posisi yang sangat strategis dalam kehidupan seluruh lapisan masyarakat. Perpustakaan merupakan sumber kekuatan, imajinasi, inspirasi untuk berpikir, belajar, bekerja, berkarya dan berprestasi. Nilai strategis dari perpustakaan seperti tersebut di atas tentunya mengetuk hati kita untuk berperan serta dengan berbuat sesuatu agar perpustakaan lebih berkembang lagi ke arah yang lebih baik di masa-masa yang akan datang. Perkembangan perpustakaan dewasa ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat sebagai sarana untuk terus belajar dan mengembangkan wawasan serta pengetahuannya agar hidupnya menjadi semakin cerdas, berkualitas dan mampu berkompetisi dalam percaturan global. Bukan hanya cita-cita pemerintah tapi juga semua masyarakat Indonesia yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas, kreatif dan kompetitif dalam peradapan berbasis pengetahuan.
Di daerah masih banyak kawasan yang sangat memerlukan dukungan perpustakaan untuk memperbaiki kualitas hidup warganya. Warga mengakses bahan bacaan untuk menambah pengetahuan di perpustakaan. Kalau kita sepakat bahwa perbaikan mutu perikehidupan suatu masyarakat ditentukan oleh meningkatnya taraf kecerdasan warganya, maka kehadiran perpustakaan dalam suatu lingkungan kemasyarakatan niscaya turut berpengaruh terhadap teratasinya kondisi ketertinggalan masyarakat yang bersangkutan. Kehadiran perpustakaan merupakan tuntutan mutlak bagi tiap masyarakat yang ingin menjadikan warganya bukan saja kaya informasi (well informed) dan terdidik baik (well educated), melainkan makin bertambah kecanggihan wawasannya (sophisticated)
Perpustakaan bisa menjadi pusat informasi budaya setempat (local content). Informasi hasil budaya tersebut bisa disebarkan (disseminasi) melalui perpustakaan, bukan hanya untuk masyarakat setempat tetapi juga untuk masyarakat daerah lain. Hasil budaya seperti kerajinan tangan, home industry atau informasi lain berupa brosur, leaflet dan lain sebagainya bisa di display di perpustakaan. Dalam hal ini perpustakaan bisa bekerjasama dengan berbagai instansi seperti dinas pariwisata. Mindset bahwa perpustakaan hanya berisi koleksi buku hendaknya sudah harus diubah. Bahwa sekarang ini perpustakaan berfungsi sebagai institusi pengembang local content.

2.   Profesi Pustakawan dan Informasi
Penyandang profesi di bidang perpustakaan dan informasi tidak bisa tinggal diam dalam menghadapi kemajuan di berbagai sektor kehidupan berkat teknologi. Eksistensi informasi dengan keanekaragaman kualitas dan kuantitasnya merupakan bahan baku yang patut disambut secara profesional. Profesi pustakawan termasuk ke dalam profesi yang produk jasanya dapat menyentuh secara langsung kepada semua lapisan masyarakat.
Pustakawan harus menggeser paradigma bahwa profesi ini hanya sebagai penjaga buku atau penjaga layanan yang pasif. Pustakawan harus proaktif dan bertindak seolah-olah sebagai humas pemerintah daerah dalam menyebarkan informasi mengenai daerah tersebut dan juga sebagai pelestari local content.
Dalam era globalisasi ini dan dengan teknologi yang terus berkembang, peran perpustakaan sangat penting bagi masyarakat untuk mencari dan menambah informasi yang sedang dibutuhkan, dengan berkembangnya sebuah tegnologi informasi agar tidak disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Jadi menjadi seorang Pustakawan sebagai agen perubahan masyarakat harus jeli dalam mengamati dan memilih informasi yang dibutuhkan masyarakat.
Pustakawan merupakan salah satu unsur penting dalam penyelenggaraan perpustakaan dan pustakawan menjadi motor penggerak keberhasilan perkembangan perpustakaan di indonesia. Dengan layanan yang dimiliki perpustakaan itu sendiri untuk melayani masyarakat pengguna yang ingin mencari informasi yang dibutuhkan dengan menyaring informasi itu secara tepat kemudian diberikan kepada masyarakat pengguna yang membutuhkan informasi tersebut.  Namun terkadang masyarakat berfikir bahwa perpustakaan adalah tempat jenuh, membosankan dengan buku-buku yang usang dan tak terawat dan dengan masyarakat mempersepsikan profesi pustakawan dengan kaca mata tebal, galak , seram, tidak modis, kuno, tidak enak dipandang mata dengan kata lain hanyalah seorang penjaga buku. Dan terkadang masyarakat yang sangat awam terhadap perpustakaan dan profesi pustakawan mungkin banyak bertanya apa sih pustakawan? Kerjanya apa? Kerja dimana? ada juga yang bilang bahwa untuk menjadi seorang pustakawan tidak harus menempuh jenjang pendidikan yang tinggi, seperti sarjana dan pascasarjana, namun cukup dengan lulusan sekolah menengah saja dan dengan tambahan mengikuti kursus, pelatihan atau seminar, akan tetapi dengan  adanya persepsi masyarakat, sebagai seorang pustakawan harus menghilangkan pemikiran masyarakat tentang pustakawan yang seperti itu. Yang pertama apabila kita ditanya kepada seseorang atau teman dengan kuliah atau jurusan yang sedang kita jalani sekarang mungkin kita bisa bilang kita mengambil jurusan konsultan informasi, mungkin seseorang yang bertanya kita bingung konsultan informasi? Kalau sudah lulus bekerja dimna? Perkerjaannya apa? pertanyaan sepeti itu dengan jawaban konsultan informasi banyak sekali lapangan pekerjaannya misalnya di perpustakaan kota, perpustakaan daerah, perpustakaan sekolah, perpustakaan khusus, di media cetak, media elektronik, kantor-kantor pemerintah, Badan lembaga internasional, Lembaga swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat. Pekerjaan yang di lakukan misalnya di bagian administrasi, biro periklanan, dll. Dengan menjawab seperti itu seorang yang bertanya kepada kita kagum dengan jurusan ilmu perpustakaan dan informasi dan tidak akan memandang sebelah mata tentang perpustakaan dan profesi pustakawan.





BAB III
PENUTUP



3.1 KESIMPULAN
Perpustakaan merupakan suatu ruangan, bagian dari gedung tersendiri yang memiliki koleksi buku-buku yang ditata, diatur, dan disusun oleh pustakawan. Pustakawan sendiri adalah seorang yang menyelenggarakan kegiatan perpustakaan dengan jalan memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan tugas lembaga induknya berdasarkan ilmu yang dimiliki melalui pendidikan. Perpustakaan tentu saja sudah dikenal oleh masyarakat, namun profesi kepustakawanan dan informasi masih kurang dikenal masyarakat dengan baik. Sebagian dari mereka masih meremehkan profesi ini dan menganggap bahwa pekerjaan profesi ini hanya menata buku dan menjaga perpustakaan saja. Namun sebenarnya profesi kepustakawanan dan informasi memiliki tugas yang lebih dari itu yaitu yang berkaitan dengan pengembangan ilmu pengetahuan.













DAFTAR PUSTAKA

RUJUKAN ELEKTRONIK
Hidayat, Maulana Arif, dkk. 2011. MAKALAH PROFESI PUSTAKAWAN. https://www.scribd.com/doc/132613742/Makalah-Profesi-Pustakawan. Diakses pada 27 September 2016.
Nurhasyim. 2012. PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP PERPUSTAKAAN. http://diklatbanyumas.blogspot.co.id/2012/03/pandangan-masyarakat-terhadap.html. Diakses pada 26 September 2016.
Nurhasyim. 2012. PERSEPSI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN PROFESI KEPUSTAKAWANAN. http://diklatbanyumas.blogspot.co.id/2012/03/persepsi-masyarakat-dalam-pengembangan.html. Diakses pada 26 September 2016.

Umami, Zakiyah. 2013. Persepsi Masyarakat tentang Perpustakaan dan Pustakawan. http://umamizakiya.blogspot.co.id/2013/02/persepsi-masyarakat-tentang_26.html. Diakses pada 26 September 2016.