Pages

Wednesday, October 17, 2018

Peran Layanan Referensi Digital sebagai Sumber Informasi Autentik dan Kredibel di Era Post-Truth


Aliffaum Mahdya Yusuf
Prodi Perpustakaan dan Ilmu Informasi
Fakultas Ilmu Administrasi – Universitas Brawijaya
aliffamahdyay@gmail.com


Abstrak
Layanan referensi digital yang saat ini menjadi inovasi baru pada perpustakaan dan mulai bermunculan serta diterapkan. Layanan ini diharapkan mampu untuk membantu masyarakat informasi dalam memilih dan memilah informasi yang tersebar di era post-truth saat ini. Era post-truth saat ini menimbulkan dampak yang cukup signifkan terhadap tingkat keautentikan dan kredibilitas suatu informasi dikarenakan menimbulkan kesimpang siuran keaslian dan keabsahan suatu informasi. Sumber informasi menjadi salah satu faktor penentu benar tidaknya suatu informasi yang tersebar di masyarakat. Perpustakaan dengan adanya layanan referensi digital dapat mengambil peran serta dalam menyelesaikan permasalahan ini sebagai salah satu sumber informasi yang autentik dan kredibel.
Kata kunci: Layanan Referensi, Informasi Palsu, Pustakawan Referensi, Sumber Informasi Digital

Abstract
Digital reference services that are now a new innovation in libraries and migration and are implemented. This services make it possible to help the information community in selecting and sorting information that is spread in the current post-truth era. The current post-truth era is very important to improve and improve information as a result of the confusion of information authenticity and validity. Information sources are one of the factors determining whether or not information is spread throughout the community. Libraries with digital services can be digital and the right information as one of the authentic and credible information.
Keywords: Reference Services, False Information, Reference Librarians, Digital Information Sources
Pendahuluan
Era yang sedang terjadi pada saat ini yaitu era post-truth. Post-truth merupakan era di mana keyakinan, emosi, maupun perasaan pribadi lebih berpengaruh dan mampu membentuk suatu opini publik dibandingkan dengan fakta-fakta obyektif. Maraknya era ini dimulai sejak tahun 2016 di mana kelimpahan informasi menimbulkan permasalahan lain seperti banyaknya kemunculan berita bohong atau hoax. Merebaknya informasi palsu atau hoax ini menjadi tanda dimulainya era post-truth. Post-truth sejatinya berbeda dengan hoax, namun keberadaan post-truth ditimbulkan oleh banyaknya berita maupun informasi palsu atau hoax yang tersebar ke masyarakat serta tidak didasari dengan data yang valid dan hanya berdasarkan sumber opini pribadi yang tidak autentik dan kredibel.
Di era post-truth saat ini, informasi palsu lebih mudah tersebar melalui media informasi digital seperti internet hingga media sosial. Hal tersebut semakin didukung karena adanya kemudahan dan kecepatan akses informasi. Dengan adanya kemudahan dan kecepatan akses tersebut informasi mudah dan cepat tersebar pula. Namun ketepatan dan kebenaran informasi tersebut terkadang tidak terjamin dan tidak dapat dipertanggung jawabkan karena sumber informasi yang mempublikaskan serta menyebarkan informasi tersebut merupakan sumber yang tidak kredibel dan autentik. Oknum yang telah mempublikasi dan menyebar luaskan informasi palsu tersebut bisa saja hanya mengungkapkan opini pribadi yang hanya didasari oleh perasaan, emosi, serta keyakinan pribadi saja.
Di sinilah peran perpustakaan khususnya pada layanan referensi digital untuk membendung dan menyaring informasi digital yang sedang tersebar di masyarakat. Perpustakaan menjadi salah satu sumber informasi yang autentik dan kredibel memiliki tugas dan fungsi untuk menjadi media pengorganisasian berbagai informasi baik informasi tercetak maupun informasi digital. Perpustakaan menjadi salah satu media yang dapat memverifikasi benar tidaknya suatu informasi. Layanan referensi digital sebagai sarana dan media penyaringan informasi secara digital perlu dan bahkan harus mengambil peran dalam fenomena era post-truth saat ini.
Dari latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka dirumuskan permasalahan yang menjadi pokok pembahasan dalam artikel ini yaitu tentang “Bagaimana peran layanan referensi digital sebagai sumber informasi yang autentik dan kredibel dalam menghadapi era post-truth?”


Tinjauan Pustaka
1.      Konsep Layanan Referensi Digital
Layanan rujukan atau layanan referensi adalah kegiatan untuk membantu pengguna menelusur informasi dalam berbagai subjek. Dengan layanan ini pengguna dibantu untuk menemukan informasi dengan cepat, menelusur informasi dengan lebih spesifik dan dengan pilihan subjek yang lebih luas, dan memanfaatkan sarana penelusuran yang tersedia secara optimal. (Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi, 2004)
Berdasarkan Online Dictionary for Library and Information Science, layanan feferensi adalah semua fungsi yang dilakukan oleh pustakawan yang terlatih bekerja di bagian referensi untuk memenuhi kebutuhan informasi dari pemustaka (secara langsung, melalui telepon, atau secara elektronik), tidak terbatas pada menjawab pertanyaan-pertanyaan substantif, tapi juga membimbing pemustaka untuk memilih dan menggunakan sarana yang tepat untuk mencari informasi, mengarahkan pemustaka ke sumber informasi, membantu dalam evaluasi informasi, bahkan merujuk pada sumber di luar perpustakaan, menjaga statistik referensi, dan berpartisipasi dalam pengembangan koleksi referensi.
Dalam perkembangannya, layanan referensi mengalami kemajuan dengan munculnya inovasi baru yang menjadikan pelayanan referensi menjadi referensi digital atau referensi virtual. Menurut The American Library Association’s Reference & User Services Association (RUSA, 2004), referensi virtual                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     merupakan layanan referensi yang diprakarsai secara elektronik, sering kali secara real-time, di mana pelanggan menggunakan komputer atau internet untuk berkomunikasi dengan pustakawan referensi, tanpa hadir secara fisik. Saluran komunikasi yang sering digunakan dalam referensi virtual termasuk chat, panggilan video, voice over IP, co-browsing, e-mail, dan pesan instan.
Menurut Online Dictionary for Library and Information Science (ODLIS), layanan referensi digital berarti layanan referensi diminta dan disediakan melalui internet, biasanya melalui e-mail, pesan instan (chat), atau formulir pengajuan berbasis website, biasanya dijawab oleh pustakawan di departemen referensi perpustakaan, kadang-kadang para peserta dalam referensi kolaboratif sistem melayani lebih dari satu institusi.


2.      Konsep Sumber Informasi
Menurut Andi Setiadji (2011), sumber informasi adalah segala hal yang dapat digunakan oleh seseorang sehingga mengetahui tentang hal yang baru,dan mempunyai ciri-ciri yaitu, (1) dapat dilihat, dibaca dan dipelajari, (2) diteliti, dikaji dan dianalisis (3) dimanfaatkan dan dikembangkan di dalam kegiatan-kegiatan pendidikan, penelitian, laboratorium, (4) ditransformasikan kepada orang lain.
Sumber informasi adalah media yang berperan penting bagi seseorang dalam menentukan sikap dan keputusan untuk bertindak. Sumber informasi itu dapat diperoleh dengan bebas mulai dari teman sebaya, buku-buku, film, video, bahkan dengan mudah membuka situs-situs lewat internet (Taufia, 2017).
Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara dalam menyampaikan informasi, media informasi untuk komunikasi massa. Sumber informasi dapat diperoleh melalui media cetak (surat kabar, majalah), media elektronik (televisi, radio, internet), dan melalui kegiatan tenaga kesehatan seperti pelatihan yang di adakan (Notoatmodjo, 2003).
Roger (1983) dalam Rahmawati (2015) menyatakan bahwa sumber informasi ini yang mempengaruhi kelima komponen (Self Efficacy, response effectiveness, severity, vulnerability, dan fear), yang kemudian akan mendapatkan salah satu dari adaptive coping response (contoh: sikap atau niat dalam berperilaku) atau maladaptive coping respose (contoh: menghindar, menolak). Teori tersebut dikatakan bahwa semakin seseorang mendapatkan informasi dari berbagai sumber maka kecenderungan seseorang akan mengambil sikap yang baik pula mengenai suatu hal.
3.      Era Post-truth
Kamus Oxford mendefinisikan istilah Post-truth sebagai kondisi di mana fakta tidak terlalu berpengaruh dalam membentuk opini publik dibanding emosi dan keyakinan personal. Kondisi ini memang memuncak dalam dua momen politik tersebut yang digerakkan oleh sentimen emosi. Dalam situasi tersebut, informasi-informasi hoax punya pengaruh yang jauh lebih besar ketimbang fakta yang sebenarnya.
Istilah post-truth menurut penjelasan Kamus Oxford digunakan pertama kali tahun 1992. Istilah itu diungkapkan oleh Steve Tesich di majalah The Nation ketika merefleksikan kasus Perang Teluk dan kasus Iran yang terjadi di periode tersebut. Tesich menggarisbawahi bahwa “kita sebagai manusia yang bebas, punya kebebasan menentukan bahwa kita ingin hidup di dunia post-truth.
Istilah tersebut sendiri sebenarnya sudah dipakai sebelum 1992, namun dalam pengertian yang sedikit berbeda dan tidak berimplikasi pada makna kebenaran yang menjadi tidak relevan. Sementara itu Ralph Keyes dalam bukunya The Post-truth Era (2004) dan comedian Stephen Colber mempopulerkan istilah yang berhubungan dengan post-truth yaitu truthiness yang kurang lebih sebagai sesuatu yang seolah-olah benar, meski tidak benar sama sekali.
           
Pembahasan
Arus informasi saat  ini dapat tersebar luas secara cepat dengan adanya media informasi digital seperti melalui internet atau media sosial. Meningkatnya arus informasi saat ini terjadi seiring dengan adanya ledakan informasi. Namun ledakan informasi ini sering kali tidak bersumber dari sumber informasi yang kredibel dan autentik sehingga kebenaran informasi tersebut belum tentu dapat dipertanggungjawabkan. Masyarakat yang masih lugu dan awam akan informasi dari sumber apa saja yang autentik dan kredibel akan seringkali terkecoh oleh informasi palsu yang tersebar secara cepat melalui media digital tersebut.
Tersebarnya informasi palsu di masyarakat ini menjadi awal mula atau cikal bakal terjadinya era post-truth. Dalam era ini, opini pribadi yang berasal dari keyakinan, emosi, dan perasaan pribadi justru dapat berpotensi menciptakan opini publik. Opini publik tersebut merupakan informasi yang dapat disebarluaskan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Informasi publik yang telah disebarkan tersebut bisa jadi bukan informasi yang autentik dan kredibel dikarenakan sumber informasinya hanya berasal dari opini pribadi yang tidak didasari oleh fakta-fakta autentik.
Kamus Oxford sendiri mendefinisikan istilah tersebut sebagai kondisi dimana fakta tidak terlalu berpengaruh dalam membentuk opini publik dibanding emosi dan keyakinan personal. Kondisi ini memang memuncak dalam dua momen politik tersebut yang cenderung lebih digerakkan oleh sentimen emosi ketimbang fakta. Dalam situasi tersebut, informasi-informasi hoax punya pengaruh yang jauh lebih besar dan lebih dipercaya oleh publik dibanding dengan fakta yang sebenarnya.
Post-truth adalah kata sifat yang berarti suatu keadaan di mana daya tarik emosional lebih berpengaruh dalam membentuk opini publik daripada fakta yang objektif. Penggunaan kata ini sebenarnya sudah digunakan sejak lama, namun pada tahun 2016 istilah ini dijadikan sebagai “word of the year”. Berikut terdapat diagram yang mengindikasikan jumlah penggunaan istilah post-truth menurut Oxford Dictionary.
Untuk membendung ketimpangan antara informasi yang benar dan palsu, informasi perlu didapatkan dari sumber yang kredibel dan autentik. Kredibel dan autentik yang dimaksud di sini adalah bahwa sesuatu hal berarti dapat dipercaya karena keasliannya dan memiliki nilai keabsahan. Informasi dengan keaslian dan keabsahan yang dapat dipercaya seperti ini tentu saja dapat didapatkan dari sumber informasi yang dapat dipercaya pula. Informasi yang terpercaya biasanya disebarluaskan oleh instansi atau lembaga resmi yang terpercaya seperti dari lembaga pemerintahan atau lembaga informasi seperti perpustakaan.
Perpustakaan merupakan media dan sumber informasi yang autentik dan kredibel. Sumber ilmu pengetahuan dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan jelas kebenarannya dapat diperoleh dari perpustakaan. Perpustakaan menyimpan berbagai koleksi dan informasi, baik dari koleksi umum seperti buku, majalah, koran, dsb; koleksi digital seperti audio, video, ebook, dsb; hingga koleksi referensi seperti kamus, ensiklopedia, bibliografi, indeks, dsb.
Perpustakaan juga memberikan serangkaian pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat sebagai pemustaka. Pelayanan yang berhubungan dengan pemenuhan informasi secara langsung salah satunya adalah layanan referensi atau biasa disebut layanan rujukan. Layanan ini merupakan layanan pokok atau layanan utama yang harus dimiliki oleh perpustakaan dalam menyajikan informasi melalui koleksi referensi. Layanan referensi memiliki sejumlah tujuan dan fungsi untuk pemenuhan kebutuhan informasi.
Layanan referensi bertujuan untuk memberikan arahan kepada pemustaka untuk menemukan informasi yang dibutuhkan dengan cepet dan tepat dengan menggunakan berbagai pilihan sumber informasi yang lebih luas dan dengan koleksi yang tepat guna. Menurut Fidan (2014), agar pelayanan informasi dapat berjalan dengan baik, petugas perlu memahami terlebih dahulu fungsi-fungsi referensi diantaranya seperti berikut.
1.      Fungsi Pengawasan
Petugas referensi dapar mengamati pengunjung baik dalam hal kebutuhan informasi yang diperlukan maupun latar belakang sosial dan tingkat pendidikannya agar dapat menjawab pertanyaan dengan cepat dan tepat.
2.      Fungsi Informasi
Fungsi yang terpenting dari pelayanan referensi adalah memberikan informasi kepada pengunjung yaitu memberikan jawaban pertanyaan singkat maupun penelusuran informasi yang luas dan mendetail sesuai dengan kebutuhan pemakai.
3.      Fungsi Bimbingan
Petugas referensi harus menyediakan waktu guna memberikan bimbingan kepada pengguna perpustakaan untuk menemukan bahan pustaka yang dibutuhkan, misalnya melalui katalog perpustakaan.
4.      Fungsi Intruksi
Pemberian intruksi yang dimaksudkan adalah sebagai cara untuk memperkenalkan kepada pemakai tetang bagaimana menggunakan perpustakaan yang baik disamping itu ditujukan juga kepada usaha untuk menggairahkan dan meningkatkan penggunaan perpustakaan.
5.      Fungsi bibliografis
Petugas referensi perlu secara teratur menyusun daftar bacaan atau bibliografi untuk keperluan penelitian atau mengenal bacaan yang baik dan menarik.
6.      Pemilihan/Penilaian
Memberikan petunjuk tentang bagaimana cara memilih/menilai bahan pustaka yang bermutu dan berbobot ilmiah agar diperoleh sumber informasi yang berdaya guna maksimal.
Seiring perkembangan zaman, layanan referensi berevolusi sesuai dengan perkembangan teknologi dan informasi yang berkembang saat ini. Kemudahan akses saat ini juga harus diselaraskan dengan kemudahan pemberian layanan referensi kepada pengguna informasi. Oleh karena itu, konsep layanan referensi digital atau virtual mulai bermunculan di kalangan perpustakaan. Layanan referensi digital semakin mempermudah pustakawan referensi sebagai pemberi layanan karena pemberian layanan diberikan melalui media internet dan komputer untuk melakukan interaksi sehingga kehadiran secara langsung tidak dibutuhkan. Layanan referensi digital ini juga memiliki keunggulan dalam hal kecepatan dan ketepatan informasi pula.
Sebagai masyarakat informasi, perlu memiliki kepekaan dan pengetahuan mengenai pemilihan sumber informasi yang terpercaya. Masyarakat harus teliti dan cermat dalam memilih dan memilah informasi yang tersebar terutama di media internet sehingga tidak terkecoh dengan adanya informasi palsu yang sedang tersebar. Oleh karena itu masyarakat informasi harus jeli dalam menerima dengan tidak serta merta menerima informasi mentah-mentah, namun juga harus mengolah informasi tersebut dengan mencari tahu kebenarannya lewat sumber informasi yang autentik dan kredibel. Menurut Inayatullah (2018), terdapat beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk mewaspadai hal tersebut.
1.      Pertama, Cek and Ricek Berita atau Informasi. Pengecekan informasi menjadi hal mendasar yang mesti diterapkan, beberapa langkah yang bisa dijadikan cara untuk mengecek kebenaran yang dibahas dalam pelatihan ini antara lain : (a). Mengecek nama domain, (b). Mengecek penanggung jawab (redaksi) dan alamat media, (c). Mengecek data domain melalui Who is domain, (d). Mengecek Tanggal Sumber berita, (e). Membandingkan dengan berita dari media yang lain, (f). Jangan membuka kembali media yang mengirimkan hoax.
2.      Kedua, Belajar kritis, kita tidak bertanya berita atau informasi yang diterima  benar atau salah. Kita boleh bertanya siapa yang menyampaikan dan apa kepentingannya menyampaikan itu. Lalu kita juga bertanya siapa yang dirugikan dan siapa yang diuntungkan oleh berita itu. Lalu kita juga harus mempertanyakan pada berita itu ada ketidakberesan sosial apa didalamnya. Ketidak beresan sosial itu bisa apriori negatif, prasangka negatif, bisa diskriminasi, bisa mencari kambing hitam, bisa juga menyalahkan suatu kelompok. Kita harus betul-betul kritis menerima berita itu tidak asal terima saja atau bahkan lalu men-share-nya. Ada istilah saring dulu baru sharing.
3.      Ketiga, Kita harus memiliki pemikiran yang terbuka, terhadap mungkin lawan politik kita atau pendapat yang berbeda dengan kita, karena dengan begitu membuka perspektif kita. Bukan hanya kelompok kita saja seakan akan yang paling benar (mutlak). Sehingga kita lebih banyak belajar dan lebih dewasa, serta bijaksana tidak terjebak dan terbawa arus di era post truth ini.


Untuk membantu masyarakat dalam cermat dan teliti dalam memilih dan memilah informasi, layanan referensi baik yang secara manual dan terlebih yang secara digital memiliki sejumlah tugas untuk berperan dalam permasalahan tersebut.
1.      Menjawab setiap pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada layanan referensi. Di sini pustakawan referensi berfungi sebagai informan yang membantu pengguna.
2.      Menjawab pertanyaan-pertanyaan pengguna dengan menggunakan koleksi referensi yang ada.
3.      Membantu pengguna menelusur koleksi referensi dan mencari informasi pada koleksi referensi tersebut.
4.      Membimbing pengguna dalam menggunakan koleksi referensi apabila pengguna tersebut tidak mengetahuinya.
5.      Melayani pengguna internet yang terdapat di layanan referensi dan membantu mereka menelusur literatur-literatur online yang dibutuhkan atau dicari apabila pengguna meminta bantuan.
6.      Melakukan bimbingan pemustaka melalui kegiatan orientasi perpustakaan yang dilakukan secara rutin.
7.      Melakukan klarifikasi terhadap suatu isu informasi palsu dengan memaparkan informasi yang sebenarnya dan menyajikan data berisi fakta.
8.      Memberikan pemahaman dan pengetahuan mengenai memilih dan memilah informasi yang benar dengan sumber informasi digital.


Kesimpulan
Maraknya isu informasi palsu di era post-truth dapat diminimalisir dengan adanya layanan referensi digital di perpustakaan sebagai sumber informasi yang kredibel dan autentik. Peran dan sejumlah upaya yang dapat dilakukan perpustakaan untuk meminimalisir dampak fenomena tersebut diantara seperti dengan menjawab pertanyaan secara digital lewat layanan referensi digital dari pemustaka sesuai dengan bahan koleksi referensi yang tersedia di perpustakaan, melakukan serangkaian bimbingan kepada pemustaka, memanfaatkan koleksi referensi sebagai bahan informasi utama, serta melakukan klarifikasi terhadap isu dan informasi palsu yang tersebar dengan memaparkan sejumlah data faktual dari sumber terpercaya.
Selain dengan mengandalkan layanan referensi digital dari perpustakaan, masyarkat dapat melakukan tindakan antisipasi untuk mencegah agar tidak terkecoh dengan adanya informasi palsu yang bersumber dari opini pribadi. Masyarakat informasi sebagai pengguna yang membutuhkan informasi juga harus kritis, cermat, dan teliti dalam memilih dan memilah informasi dengan melakukan sejumlah tindakan antisipasi agar tidak termakan oleh informasi palsu. Masyarakat informasi perlu melakukan crosscheck dan berpemikiran terbuka terhadap keberadaan informasi yang tersebar di masyarakat.


Daftar Pustaka
Bopp, Richard E. 2011. REFERENCE AND INFORMATION SERVICES. California: ABC-CLIO, LLC.
Inayatullah. 2018. Literasi Media di Era Post Truth. https://dpk.bantenprov.go.id/read/informasi-perpustakaan/587/Literasi-Media-di-Era-Post-Truth.html. Diakses pada 10 Oktober 2018.
Lankes, R. David. 2009. NEW CONCEPTS IN DIGITAL REFERENCE. Morgan & Claypool Publishers.
Prasetiawan, Imam Budi. 2014. LAYANAN REFERENSI DI ERA DIGITAL DAN AKSES KE BERBAGAI SUMBER INFORMASI. Presentasi dalam Workshop Nasional FPPTI 2014.
Safira, Fidan. 2014. LAYANAN REFERENSI PERPUSTAKAAN. https://fidansafira.wordpress.com/2014/10/04/layanan-referensi-perpustakaan/. Diakses pada 8 Oktober 2018.
Setiadji, Cahyo Adi. 2011. SUMBER INFORMASI. http://cahyo-andi-s.blog.ugm.ac.id/2011/10/01/sumber-informasi/. Diakses pada 11 Oktober 2018.
Utomo, Wisu Prasetya. 2017. SELAMAT DATANG DI ERA POST-TRUTH. http://www.remotivi.or.id/kabar/345/Selamat-Datang-di-Era-Post-Truth. Diakses pada 12 Oktober 2018.
Wiratningsih, Riah. 2014. KOLEKSI REFERENSI DAN LAYANAN REFERENSI. http://riah.staff.uns.ac.id/2014/03/28/koleksi-referensi-dan-layanan-referensi/. Diakses pada 8 Oktober 2018.

No comments:

Post a Comment